Jumat, 08 April 2016

SEMUA WAJIB BACA ...GEMPAR...!!“KEPALA SINGA” DI MAKAM BUNG KARNO" SEBARKAN...PADA YANG LAIN..!!



Rezim Soeharto mencoba “melenyapkan” Bung Karno dengan meletakkan makamnya di Blitar, Jawa Timur, sejauh mungkin saja dari Jakarta. Namun “de-soekarnoisasi” itu tidak berhasil. Makam Bung Karno setiap hari tetap diziarahi beberapa ribu rakyat.
MACAN mati meninggalkan kulit, gajah mati meninggalkan gading. Orang besar mati meninggalkan nama. Tersebut yang berlangsung pada Bung Karno, Presiden Pertama RI serta salah satu proklamator kemerdekaan, walau rezim Soeharto mencoba meniadakan nama Soekarno dari sejarah. Masalah sejarah mengenai siapa sesungguhnya penggali Pancasila dapat disebut termasuk juga sisi dari upaya ini.

Rezim Soeharto lakukan segalanya untuk memperkecil serta “menghabisi” Soekarno, termasuk juga melarang kunjungan keluarga serta kerabatnya saat ia sakit, menuduhnya ikut serta PKI, termasuk juga lalu menampik penuhi hasrat Soekarno sebelumnya meninggal dunianya, yang menginginkan dimakamkan dengan cara sederhana di Batutulis, Jawa Barat.

Putra bungsunya, Guruh Soekarnoputra, bercerita pada D&R, Bung Karno wanti-wanti bila wafat janganlah dibuatkan batu nisan, kijing. Janganlah dituliskan semua jenis gelar. Cuma tulislah Disini Beristirahat Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia. Serta, kuburan itu bila dapat dibawah pohon rindang.

Mengenai soal tempat, itu beberapa macam. Dalam satu diantara surat cinta untuk Ratna Sari Dewi atau Hartini-istri-istrinya-Bung Karno menulis : “Aku menginginkan dikuburkan bersamamu. ” Namun, mengenai rincian tempatnya ada di buku biografi Soekarno karangan Cindy Adams, yaitu menginginkan dimakamkan di Jawa Barat, sekitaran daerah Priangan. “Harus terlihat ada sungai, gunung-gunung. Jadi, Ayah pesannya demikian, ” ucap Guruh.

Sesudah sakitnya mendadak jadi kritis, Bung Karno diangkut ke RSAD Gatot Subroto pada petang hari, 16 Juni 1970. Ia wafat pada Minggu, 21 Juni 1970. Rachmawati Soekarnoputri, putri Bung Karno, bercerita pada D&R, hari itu diselenggarakan rapat keluarga serta semuanya setuju Bung Karno dapat dimakamkan sesuai sama testamennya, yaitu dimakamkan di Batutulis.

Bahkan juga, Hartini serta Dewi berbarengan memohon pada Soeharto supaya mengizinkan penguburan Soekarno di pekarangan tempat tinggalnya di Batutulis, sesuai sama kehendak Soekarno. Batutulis yaitu tempat tinggal Soekarno tempat ia melakukan tahanan tempat tinggal pertama kalinya, sebelumnya lalu dipindah ke Wisma Yaso di Jakarta.

Tetapi Soeharto-yang tengah pada bebrapa step awal dalam mengonsolidasikan kekuasaannya-rupanya tidak mau membangun satu tempat ziarah yang sangat dekat dengan Jakarta. Soeharto menampik permintaan itu.

Tidak cuma itu. Bahkan juga, menurut pembicaraan bekas Duta Besar RI di Moskwa, Manai Sophiaan, keinginan istri Bung Karno yang lain, Fatmawati, supaya jenazah Bung Karno disemayamkan dirumah Jalan Sriwijaya, bukanlah di Wisma Yaso, juga tak diizinkan. Alasannya : ingin di beri upacara pemakaman kehormatan militer.

Pernah berlangsung perundingan pada Hoegeng, Kepala Polisi RI, yang saat itu melakukan tindakan mewakili keluarga Bung Karno, dengan Alamsjah Ratu Prawiranegara serta Tjokropranolo, asisten pribadi Presiden Soeharto, untuk mengambil keputusan dimana Bung Karno dimakamkan.

Pada akhirnya, Soeharto sendiri yang mengambil keputusan di Blitar, dengan argumen agar dekat dengan makam ibunda Bung Karno. “Pihak keluarga saat itu pernah bertahan supaya tetaplah sesuai sama amanah beliau (Bung Karno). Namun ketentuan di tangan pemerintah, ” kata Rachmawati.

Ada yang menarik berkenaan dengan ketentuan memakamkan Bung Karno di Blitar itu. Menurut Subayo Anam, bekas kepala biro penerangan Departemen Penerangan. sekitaran jam 07. 00, 21 Juni 1970, ditayangkan di radio Bung Karno meninggal dunia. Saat itu, di Istana Negara diselenggarakan sidang. Pak Harto memanggil Bung Hatta serta memanggil keluarga Bung Karno. “Cuma, saya tidak paham apa yang dinyatakan oleh pihak keluarga, itu cuma mereka yang dapat menerangkan, ” papar Subagyo pada D&R.

Lalu mereka menginformasikan kalau Bung Karno akan dimakamkan didekat makam ibundanya di Blitar. Lalu akan diselenggarakan upacara kenegaraan. “Begitu usai pengumuman itu, segera saja saya katakan hal itu pada beberapa wartawan kalau Bung Karno bakal dimakamkan di makam pahlawan, ” narasi Subagyo, “waktu itu, wartawan jadi ribut karena bagaimana mungkin saja seseorang presiden yang wafat dalam tahanan akan dimakamkan di makam pahlawan. Saat itu kan ada pendapat yang menyampaikan Bung Karno tidakboleh dimakamkan di makam pahlawan. ” Karena Subagyo dikira sebagai narasumber berita itu, ia di panggil tim pemeriksa pusat. Ia di tanya, apa benar Bung Karno bakal dimakamkan di taman makam pahlawan. “Saya menyampaikan kalau saya orang Blitar. Saat ibunda Bung Karno wafat, ia dimakamkan di taman makam pahlawan Taman Bahagia Sentul, ” katanya.

Pada akhirnya, 21 Juni 1970 siang, Bung Karno dibawa ke Blitar. “Saya ingat benar saat hingga disana ada papan nama besar bertuliskan Taman Bahagia Sentul, memanglah tempat itu yaitu makam pahlawan, ” papar Subagyo juga. Namun, tak lama kemudian, makam itu ditutup. Beberapa pahlawan yang telah dikubur di situ lalu dipindah ke Medukgerit. Ironisnya, makam pablawan itu dipindahkan dari Sentul dengan argumen telah penuh. Dari th. 1970 hingga 1979, makam Bung Karno tak bisa dikunjungi orang dari Jakarta, terkecuali orang-orang Blitar.

Pada awal 1970-an, makam Bung Karno dijaga tentara. Tidak ada orang yang bisa mendekat, bahkan juga keluarganya meskipun, kata Mat Sanuri, 44 th., penjaga makam yang telah bekerja mulai sejak 1972.

Baru pada 1978, makam itu dipugar serta di bangun, usai pada 1979. Pas pada haul Bung Karno, 21 Juni 1979, Soeharto resmikan bangunan makam. Masihlah kata Mat Sunari, “Itulah pertama kalinya ia ke makam Soekarno, itu juga cuma untuk peresmian. ”

* Bung Karno Marah

Apakah semuanya yang datang ke makam yaitu soekarnois? “Ya, beberapa besar seperti itu, ” kata Sutanto, tukang photo yang telah mulai sejak 1978 beroperasi di situ. Peziarah biasanya datang dari beragam jenis kelompok. Warga keturunan Cina banyak juga yang datang.

Motif kehadiran beberapa peziarah juga beragam. Pelajar asal Malang, umpamanya, ingin berekreasi. Beberapa aktivis pro-Megawati terasa tidak afdal bila datang ke Blitar tanpa ada berziarah ke makam Bung Karno.

Yang miliki maksud aneh-aneh juga banyak, lanjut Mat Sunari. Ada orang yang menginginkan hajatnya terkabul datang ke makam itu. Yang bermotivasi sejenis itu biasanya datang dari luar Kota Blitar. Bln. Agustus lalu, umpamanya ada orang dari Bogor yang berpuasa sepanjang 15 hari. Ada pula yang menginginkan bisa jodoh atau menginginkan rejekinya lancar.

Pernah ada momen menghebohkan yang menyemarakkan makam itu, yaitu masalah photo makam Bung Karno yang memperlihatkan “kepala singa”. Momen ini berlangsung hari Rabu, 25 September 1996, waktu Keluarga Besar Pengurus Dewan Pimpinan Pusat Penerus Pelopor Kemerdekaan Bangsa Indonesia nyekar ke makam itu. Mereka mengambil photo makam Bung Karno.

Sesudah photo itu diciptakan berlangsung ramai karena tampak gambar kepala singa di batu nisan Bung Karno yang terbuat dari marmer itu. Hal semacam ini sudah pasti menggemparkan warga sekitaran serta mengundang beragam penafsiran.

Ada yang menyampaikan “Bung Karno geram” lantaran waktu itu tidak lama sesudah terjadinya Momen 27 Juli : penyerbuan berdarah yang di dukung pemerintah Soeharto pada markas Dewan Pimpinan Pusat PDI yang dikuasal kubu Megawati Soekarnoputri di Jalan Diponegoro, Jakarta. Ada pula yang berasumsi, potret kepala singa itu hanya dampak fotografi lantaran pantulan sinar lampu kilat dari bagian mengkilap yang dapat menimbulkan gambar apa sajakah.

Yang pasti, kehebohan tersebut tunjukkan begitu berartinya kehadiran makam Bung Karno untuk orang-orang di Blitar. Bahkan juga, setelah matinya, nama Bung Karno masihlah jadi andalan untuk mencari penghidupan oleh rakyat setempat. Selama jalan menuju makam tampak banyak pedagang suvenir berjajar di tepi jalan. Mereka jual kaus, tas, asbak, kalung, serta bermacam hasil kerajinan tangan bikinan warga Blitar.

Makam Bung Karno sendiri setiap harinya dijaga 12 orang. Ada yang bertugas melindungi kebersihan taman, makam, serta yang melindungi kantor. Semua digaji oleh Pemerintah Daerah Blitar. Ada yang digaji harian, ada pula yang bulanan, bergantung saat kerjanya. Sunari sendiri, meskipun telah bekerja mulai sejak 1972, baru diangkat sekitaran 10 th. lantas sebagai pegawai pemerintah daerah, dengan upah Rp 350. 000 per bln..

Soekarno selanjutnya memang sangat besar untuk dapat dikecilkan.

Satrio Arismunandar/Laporan : Rachmat H. Cahyono, Reko Alum (Jakarta), serta Abdul Manan (Surabaya)

D&R Edisi 980926-006/Hal. 22 Rubrik Sejarah
SUMBER:https://jurnalis.wordpress.com/

BERITA LENGKAP DI HALAMAN BERIKUTNYA

Halaman Berikutnya