Kamis, 07 Januari 2016

Inilah Gejala Baru DBD, Tak Ada Lagi Bintik Merah di Kulit


Orangtua sebaiknya lebih teliti memeriksa kesehatan anak.

Demam Berdarah Dengue (DBD) yang marak saat ini memiliki gejala baru, yakni tidak lagi ditandai bintik atau bercak merah pada kulit.


Kondisi ini jangan membuat orangtua lengah terhadap penularan penyakit mematikan.

1. Tidak Mesti Keluar Bintik Merah
MENURUT dr Hittoh Fattory SpA, dokter spesialis anak dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Balikpapan, saat ini gejala khas untuk demam berdarah tidak seperti dulu, ada bintik merah dan sebagainya.

"Itu tidak terlalu terlihat, dan tidak mesti keluar seperti itu," ungkap , dr Hittoh kepada Tribun Kaltim, Rabu (6/1/2015).

Jadi, kata dokter Kittoh menegaskan, gejala khas DBD tidak seperti dulu lagi, yang ditandai timbul bercak-bercak merah di tubuh, atau terjadi pendarahan kulit, atau biasanya pasien mengalami mimisan ditandai keluar darah dari lubang hidung.

"Sekarang tidak semua pasien mengalami gejala seperti itu. Jadi kalau demam panas harus sudah dicek dengan laboratorium, karena gejala demam berdarah salah satunya panas tinggi hingga 40 derajat, harus dilakukan observasi di rumah sakit," kata Hittoh.

Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemkot Balikpapan Sri Soetantinah mengatakan hal serupa. Tantin sapaan Sri Soetantinah, menyebutkan, saat ini gejala demam berdarah tidak seperti dulu, selalu ditandai bintik-bintik merah keluar.

"Indikasinya sudah berubah, intinya semua harus waspada. Termasuk dalam kata siaga. Memang sudah siaga, namun untuk kategori kasus luar biasa ( KLB) belum," kata Tantin.

Ada prosedurnya jika wabah dicanangkan KLB, satu di antaranya ada peningkatan kasus dua kali lipat dalam kurun waktu tertentu. Ada kurun waktu tertentu.

Menurut Dokter Hittoh, anak penderita DBD pasti mengalami gejala demam. Namun tidak hanya demam, ada beberapa gejala lain yang harus diperhatikan.

Dan untuk memastikan apakah anak terjangkit DBD, sebaiknya dilakukan tes darah. Menurutnya ada beberapa fase yang harus diperhatikan, yaitu fase saat pasien kritis. Biasanya, fase kritis ini pasien yang awalnya demam, akan turun secara perlahan.

Saat panas turun, biasanya pasien justru tambah lemas. Pada fase ini, pasien mengalami panas selama tiga hari, dan pada hari ke tujuh fase penyembuhan.

"Fase kritis itu biasanya suhu tubuh mulai turun, ini harus lebih waspada saat panas turun, khususnya pada anak-anak yang demamnya turun, namun anaknya tambah lemas, tidak mau makan dan minum. Berbeda dengan anak sehat jika panas turun, mereka (anak) kembali bermain dan berlari-lari," ujarnya.

Hittoh melanjutkan, jika observasi di rumah sakit menunjukkan kesehatan cukup bagus, pasien hanya di rawat jalan.

"Kalau indikasi rawat inap biasanya panas kurang dari tujuh hari, ada didapatkan gejala yang harus diwaspadai, di antaranya adanya panas yang disertai muntah terus-menerus, nyeri perut, dan adanya penumpukan cairan di paru dan perut, didapatkan adanya peningkatan hematocrit (penurunan pada trambosit)," ujarnya.

Hematokrit (Hct) adalah persentase sel darah merah terhadap volume darah total. Nilai normal Hematokrit untuk pria 40% - 50% atau 0,4 - 0,5 sedangkan perempuan 35% - 45% (0,35 sampai 0,45).

Masih menurut penjelasan dr Hittoh, indikasi penurunan trambosit di bawah 100 ribu. Jika trombosit berada di bawah level 100 ribu, observasi harus dilakukan rumah sakit, sedangkan trombosit di atas 100 ribu, diperbolehkan rawat jalan, dengan syarat tanpa ada gejala.

Seperti pasien dapat minum air putih dengan baik, dan aktivitasnya seperti biasa.

2. 6 Korban Meninggal
JUMLAH kasus demam berdarah dengue (DBD) di Samarinda pun cukup tinggi. Sepanjang tahun 2015, tercatat sebanyak 1.234 kasus.

Dari jumlah tersebut, sebanyak 6 di antaranya meninggal dunia.

Kepala Bidang Pengendalian Masalah Kesehatan Dinas Kesehatan Samarinda dr Slamet Subagyo, mengatakan, untuk menekan bahkan menghilangkan perkembangbiakan Aedes aegypti di Samarinda, pihaknya terus melatih dan memantau juru pemantau jentik (jumantik) yang ada tiap Kelurahan dan Pusksemas yang ada di Samarinda.

Bahkan ke depannya kata dia, juga akan digalakkan pembentukan kader jumantik mandiri di setiap rumah-rumah warga.

"Apakah bapak, ibu, kakak atau adik diberi tanggungjawab untuk mengamati perkembangan jentik. Artinya, untuk memastikan bahwa di dalam dan di luar rumahnya tidak ada lagi jentik," katanya.

Jumantik mandiri ini kata dia, juga akan dilengkapi dengan form pelaporan yang setiap bulannya disetahkan ke kader jumantik yang sudah ada di tiap Kelurahan, Puskesmas dan Dinas Kesehatan Samarinda.

"Syukur-syukur, kalau jumlah jentik di rumah warga itu sudah bersih Insya Allah deman berdarah nggak akan berkembang di Samarinda," katanya.

Sementara di Kutai Kartanegara, penyebaran kasus DBD paling banyak terdapat di Kecamatan Loa Kulu dengan 97 kasus, disusul Handil Baru, Kecamatan Muara Jawa dengan 88 kasus. Sedangkan angka DBD mencapai 886 kasus di Kukar sepanjang 2015 dan 8 orang meninggal dunia.

Kasus DBD mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2014, angka DBD mencapai 1.142 kasus dan 14 orang meninggal.

"Rencananya, kami melaksanakan kegiatan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) di Desa Sungai Payang, Loa Kulu, besok (hari ini)," kata Kasi Surveilans dan Penanggulangan KLB Dinas Kesehatan (Dinkes) Kukar Triatmo, Rabu (6/1/2015).

BERITA LENGKAP DI HALAMAN BERIKUTNYA

Halaman Berikutnya